ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
ETIKA MORAL
1.
Pengertian
a.
Etika
Etika
yang dalam bahasa ethics adalah istilah yang muncul dari aristoteles, berasal
dari kata Yunani ethos yang berarti adat, budi pekerti. Dalam filsafat,
pengertian etika adalah telaah dan penilaian kelakukan manusia ditinjau dari
kesusilaannya. Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun
bagi diri seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang
dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu dari
anggota-anggotanya. Kesusilaan biasanya didasarkan pada hal tertentu, misalnya
pada agama atau kesejahteraan atau kemakmuran
negara (Gunawan, 1992).
Etika
adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan
masalah hidup atau untuk suatu upaya agar menjadi baik. Terdapat 4 alasan pada
saat sekarang ini etika diperlukan yaitu (Soejitno, 2000):
a) Masyarakat
semakin pluralistik termasuk dalam hal moralitas. Norma moral sendiri sering
diperdebatkan, misalnya dalam bidang etika seksual, hubungan anak dan orang
tua, kewajiban terhadap negara, etika santun dalam pergaulan dan penilaian
terhadap harga nyawa manusia.
b) Dalam
masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding di bawah gelombang modernisasi.
Dalam situasi seperti ini, etika dapat membantu agar kita tidak kehilangan
orientasi, serta dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa saja yang
berubah. Dengan demikian diharapkan kita tetap sanggup untuk mengambil sikap
yang dapat kita pertanggungjawabkan.
c) Proses
perubahan sosial budaya dan moral yang tengah dialami ini, dimanfaatkan oleh
berbagai pihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan berbagai ideologinya
sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi
ideologi-ideologi tersebut dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian
sendiri, agar, kita tidak mudah terpancing. Etika juga memantau agar kita tidak
naif dan ekstrim: agar kita tidak terlalu cepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga tidak menolak
nilai-nilai hanya karena baru dan belum terbiasa.
d) Etika
juga diperlukan oleh kaum agama, yang satu pihak menemukan dasar kemantapan
mereka dalam iman kepercayaan mereka, serta ingin sekaligus berpartisipasi
tanpa rasa takut, dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan
masyarakat yang sedang berubah itu.
Etika
pada umumnya mengajarkan bahwa setiap pribadi mempunyai “otonomi moral”.
Artinya ia mempunyai hak kewajiban untuk menentukan sendiri tindakan-tindakan
dan mempertanggungjawabkannya dihadapan Tuhan. Tenaga kesehatan memiliki
“otonomi klinis”. Artinya tenaga kesehatan mempunyai hak kewajiban untuk
bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan klinis yang mempengaruhi kesehatan
pasiennya. Karena itu pihak lain tidak boleh memaksakan kehendaknya atas diri
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan bahkan dalam banyak hal wajib mendengarkan
pendapat pihak lain, tetapi tidak boleh bertindak semata-mata karena tepaksa
mengikuti pendapat itu.
Dalam
kamus besar bahasa indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998)
disebutkan etika mengandung tiga pengertian yaitu : 1) Ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 2)
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3) nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat. Berkaitan dengan istilah etika
ini dalam kamus besar tersebut juga kita lihat istilah etiket, etis dan moral.
Etiket adalah tata cara dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan
antara sesama manusia. Etis mengandung arti 1) ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti,
susila. 2) Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,
bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, isi hati atau keadaan perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan. 3) Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik
dari suatu cerita.
b.
Etiket
Dua
istilah, yaitu etika dan etiket dalam kehidupan sehari-hari
kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih berganti. Kedua istilah
tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak sama dalam hal titik
berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu lebih luas dari pada yang alin.
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim
dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengdakan pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah
etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam
mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada
cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah
maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan
santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang
baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan
sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat
penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam
perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku
individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama
lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social
masing-masing individu. Etiket didukung oleh berbagai macam nilai, antara lain;
1)
Nilai-nilai kepentingan umum
2)
Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan
dan kebaikan
3)
Nilai-nilai kesejahteraan
4)
Nilai-nilai kesopanan,
harga-menghargai
5)
Nilai diskresi (discretion:
pertimbangan) . Mampu membedakan sesuatu
yang patut dirahasiakan dan boleh dikatakan atau tidak dirahasiakan.
Diatas dikatakan bahwa etiket merupakan kumpulan cara dan sifat
perbuatan yang lebnih bersifat jasmaniah atau lahiriah saja. Etiket juga sering
disebut tata krama, yakni kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam
lingkungan pergaulan antarmanusia setempat. Tata berarti adat, aturan, norma,
peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun, kebiasaan sopan santun atau
tata sopan santun. Sedangkan etika menunjukkan seluruh sikap manusia yang
bersikap jasmaniah maupun yang bersikap rohaniah. Kesadaran manusia terhadap
kesadaran baik buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran moral.
Beberapa definisi Etiket adalah sebagai berikut:
1)
Etiket adalah kumpulan tata cara
dan sikap yang baik dalam pergaulan antarmanusia yang beradab.
2)
Etiket adalah tata krama, sopan
santun atau aturan-aturan yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi
norma serta anutan dalam bertingkah laku.
3)
Etiket adalah tata peraturan
pergaulan yang disetujui oleh masyarakat terten tu dan menjadi norma dan anutan
dalam bertingkah laku anggota masyarakat.
Dari ketiga definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari etiket adalah tata aturan pergaulan yang
disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan dalam
bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.
Manfaat Etiket
Manfaat beretiket yakni menjalin hubungan yang baik dengan tamu. Bila
kita telah menerapkan etiket dalam melayani tamu, maka tamu akan merasa dirinya
diperhatikan dan dihargai. Dengan demikian akan terjalin rasa saling menghargai
dan hubungan baik pun akan terbina, antara lain:
1)
Memupuk persahabatan, agar kita
diterima dalam pergaulan.
2)
Untuk menyenangkan serta memuaskan
orang lain.
3)
Untuk tidak menyinggung dan
menyakiti hati orang lain.
4)
Untuk membina dan menjaga hubungan
baik.
5)
Membujuk serta mempertahankan
klien lama.
Persamaan etika dengan etiket adalah:
1)
Sama-sama menyangkut perilaku
manusia
2)
Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
Adapun
perbedaan antara etiket dengan etika yaitu:
1)
Etiket menyangkut cara suatu
perbuatan yang harus dilakukan sedangkan etika tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan, memberi
nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2)
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan,
bila tidak ada orang lain etiket tidak
berlaku sedangkan etika selalu berlaku, tidak
tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3)
Etiket bersifat relatif,tidak sopan
dalam satu kebudayaan,sopan dalam kebudayaan lain sedangkan etika bersifat
absolut, contohnya ‘’jangan
mencuri, jangan berbohong“.
4)
Etiket memandang manusia dari segi
lahiriah sedangkan etika memandang manusia dari segi bathiniah.
c.
Moral
Moral
merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral
juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan
yang baik. Demoralisasi,
berarti kerusakan moral.
Menurut
asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan
kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan
sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah
aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku
yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip
atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang
lebih baik.
Pengertian
moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan
sehari-hari kedua pengertian itu tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa
pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb. Jadi,
kelaziman itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir panjang
dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.
Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2.
Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis,
agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
d.
Hukum
Menurut J.C.T Simorangkir (1998) dalam Indar (2010) memandang hukum sebagai
“peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya
tindakan yaitu hukum tertentu”.
Hukum
berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti,kalau tidak
dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya
moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa daya hukum. Contoh : bahwa mencuri adalah moral yang tidak
baik,supaya prinsip etis ini berakar dimasyarakat maka harus di atur dengan hukum.
Menurut
Bertens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu :
1)
Hukum ditulis sistematis, disusun
dalam kitab undang-undang, mempunyai
kepastian lebih besar dan bersifat objektif, sedangkan moral tidak tertulis, mempunyai ketidakpastian lebih besar dan bersifat subjektif.
2)
Hukum membatasi pada tingkah laku
lahiriah saja dan meminta legalitas, sedangkan
moral menyangkut sikap bathin seseorang.
3)
Hukum bersifat memaksa dan mempunyai
sanksi sedangkan moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani
tidak tenang, sanksi dari
tuhan.
4)
Hukum didasarkan atas kehendak
masyarakat dan negara, masyarakat
atau negara dapat merubah
hukum, hukum tidak menilai moral sedangkan
moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral. Moral menilai hukum.
2.
Sistematika
dan Jenis Etika
Etika
secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum
berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi
manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik dan buruknya suatu
tindakan tercermin kebebasan dan tanggungjawab, hati nurani, hak kewajiban,
beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik, keadilan, dan hormat
terhadap diri sendiri. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
Etika
khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa terwujud bagaimana seseorang mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukannya, yang
didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu
dapat juga berwujud seseorang menilai pribadinya sendiri dan orang lain dalam
bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis. Apabila etika umum disebut sebagai etika
teoritis maka etika khusus disebut juga etika terapan.
Etika
khusus dapat dibagi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika
individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota masyarakat.
Etika
sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara perorangan dan
langsung maupun secara bersama-sama dan dalam bentuk kelembagaan (keluarga,
masyarakat, dan negara), sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideologi,
sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing maupun
tanggungjawab manusia terhadap makhluk hidup lainnya. Sistimatika etika dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Gb.
1 Sistematika Etika
Dari
sistematika di atas Banning membagi etika atas etika individual dan etika
sosial, sedang Langeveld membedakan etika atas etika deskriptif dan etika
normatif.
Etika
deskriptif membahas mengenai fakta apa adanya yaitu mengenai nilai dan pola
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
konkrit yang membudaya. Jadi etika deskriptif berbicara tentang sikap orang
dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan
bertindak secara etis.
Etika
normatif berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang seharusnya
dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan
apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika
normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah yang menuntun
tingkah manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk
bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia
untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Pandangan
De Graaf (1972) tentang etika sebagai kesadaran yang sistematis terhadap
perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara Spoken (1977) memberikan
rumusan etika sebagai kesadaran yang sistematis terhadap masalah dan norma yang
sudah ada atau yang dirasakan baru. Yang menarik rumusan yang dikemukakan ileh
Helen Dupuis (1988) bahwa etika itu ilmu tentang moral.
3. Fungsi Etika dan Moralitas Dalam
Pelayanan Kebidanan
Etika
dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana
sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan
terhdap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal
tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan
harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling prakonsepsi,
screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensif pada neonatal,
dan pengakhiran kehamilan.
Mempersiapkan
ibu dan pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC dan sebagainya.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan
akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai
praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence
based. Sehingga disini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang
etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami. Moralitas merupakan
suatu gambaran manusia yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia
serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia.
Moralitas
berasal dari bahasa latin moralis, artinya pada dasarnya sama dengan moral,
moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang
menyangkut baik dan buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa
etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang
membahas tentang moralitas.
Moral
adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Etika adalah
penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika
berpusat pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berpikir dan
tindakannya didasari nilai-nilai. Etika dibagi menjadi tiga bagian, meliputi:
1)
Metaetika (nilai)
2)
Etika atau teori moral;
3)
Etika praktik
Mataetika berasal dari bahasa Yunani
meta, artinya melebihi, yang dipelajari disini adalah ucapan-ucapan kita di
bidang moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan
dalam batasan pengertian baik, buruk atau bahagia. Etika dan teori moral untuk
memformulasikan prosedur atau mekanisme untuk memecahkan masalah etika.
Etika praktik merupakan penerapan etika
dalam praktik sehari-hari. Dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan
terjadi keputusan harus segera dibuat. Bagaimana menjaga prinsip moral, teori
nilai dan penentuan suatu tindakan. Etika pada hakekatnya berkaitan dengan
falsafah dan moral, yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di
masyarakat dalam kurun waktu tertentu, karena
etika bisa berubah dengan lewatnya waktu. Etika khusus adalah etika yang
dikhususkan sebagai profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika rumah
sakit, etika kebidanan, etika keperawatan, dll.
Guna etika adalah memberi arah bagi
perilaku manusia tentang: apa yang baik dan buruk, apa yang benar atau salah,
hak dan kewajiban moral (akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
4.
Sumber
etika
Pancasila
adalah sumber-sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber
pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
danbernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila
juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral(etik). Norma-norma etik tersebut
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah
laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistemetika yang baik di negara ini. Disetiap
saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah
laku kita. Seperti tercantum di sila kedua“ kemanusian yang adil dan beradab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila
dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
5.
Hak,
kewajiban
dan tanggung jawab
a. Hak
dan kewajiban bidan
1) Hak
bidan
i)
Bidan berhak mendapat
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
ii)
Bidan berhak untuk
bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan
kesehatan
iii)
Bidan berhak menolak
keinginan pasien/klien dan keluarga yang betentangan dengan peraturan
perundangan, dan kode etik profesi
iv)
Bidan berhak atas
privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien,
keluarga maupun profesi lainnya
v)
Bidan berhak atas
kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan
vi)
Berhak memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai
vii)
Bidan berhak mendapat
kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai
2) Kewajiban
bidan
i)
Bidan wajib mematuhi
peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan
rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
ii)
Bidan wajib memberikan
pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati
hak-hak pasien
iii)
Bidan wajib merujuk
pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian
sesuai dengan kebutuhan pasien
iv)
Bidan wajib memberi
kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga
v)
Bidan wajib untuk
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya
vi)
Bidan wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
vii)
Bidan wajib memberikan
informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukannya serta risiko yang
mungkin dapat timbul
viii)
Bidan wajib meminta
persetujuan tertulis (informed consent)
atas tindakan yang akan dilakukan.
ix)
Bidan wajib
medokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
x)
Bidan wajib mengikuti
perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal
atau non formal
xi)
Bidan wajib bekerja
sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan
kebidanan
b. Hak
dan kewajiban pasien
1) Hak
pasien
i)
Pasien berhak
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan perturan yang berlaku di rumah
sakit atau institusi pelayanan kesehatan
ii)
Pasien berhak atas
pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
iii)
Pasien berhak
memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi
iv)
Pasien berhak memilih
bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya
v)
Pasien berhak
mendapatnkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya
yang baru dilahirkan
vi)
Pasien berhak mendapat
pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung
vii)
Pasien berhak memilih
dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan perutan
yang berlaku di rumah sakit
viii)
Pasien berhak dirawat
oleh dokter yang secara bebas menetukan pendapat kritis dan pendapat etisnya
tanpa campur tangan dari pihak luar
ix)
Pasien berhak meminta
konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang
dideritanya.
x)
Pasien berhak meminta
atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
xi)
Pasien berhak
mendapatkan informasi yang meliputi: penyakit yang diderita, tindakan kebidanan
yang akan dilakukan, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya
pengobatan.
xii)
Pasien berhak
menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
xiii)
Pasien berhak menolak
tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
xiv)
Pasien berhak
didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
xv)
Pasien berhak
menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya.
xvi)
Pasien berhak atas
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
xvii)
Pasien berhak menerima
atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
xviii)
Pasien berhak mendapatkan
perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktek
2) Kewajiban
pasien
i)
Pasien dan keluarganya
berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan
ii)
Pasien berkewajiban
untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya
iii)
Pasien dan atau
penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan
rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan dokter, bidan dan perawat.
iv)
Pasien dan atau
penanggungnnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian
yang telah dibuatnya.
6.
Kode
etik profesi bidan
a. Definisi
kode etik
Kode etik
atau codex (Latin) adalah”himpunan”
berarti usaha menghimpun apa yang tersebar. Kode etik adalah himpunan norma
yang disepakati dan ditetapkan oleh dan untuk pengemban profesi.
Kode etik
harus memiliki sifat-sifat antara lain: 1) kode etik harus rasional, tetapi
tidak kering dari emosi; 2) kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku; 3)
kode etik harus bersifat universal. (Indar, 2010)
Kode etik merupakan
suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu
disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
b. Kode
etik bidan
Kode etik bidan
indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres
Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya
disahkan dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan
disahkan pada kongres Nasional IBI ke XII Tahun 1998. Sebagai pedoman dalam
berperilaku, Kode Etik Bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang
semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan bab.
Secara umum Kode Etik
tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu:
1) Kewajiban
bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
2) Kewajiban
bidan terhadap tugasnya (3 butir)
3) Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
4) Kewajiban
bidan terhadap profesinya (3 butir)
5) Kewajiban
bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
6) Kewajiban
bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
7) Penutup
(1 butir)
c. Kode
etik bidan Indonesia
Mukadimah
Dengan rahmt Tuhan Yang
Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang luhur demi tercapainya:
1) Masyarakat
indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
2) Pembangunan
manusia indonesia seluruhnya
3) Tingkat
kesehatan yang optimal bagi setiap warga negara indonesia
Maka
Ikatan Bidan Indonesia sebagai
organisasi profesi kesehatan yang menjadi wadah persatuan dan kesatuan para
bidan di indonesia menciptakan Kode Etik Bidan Indonesia yang disusun atas
dasar penekanan keselamatan di atas kepentingan lainnya.
Terwujudnya
kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan
untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota
tim kesehatan demi tercapainya cita-cita
pembangunan nasional di bidang kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan
keluarga pada khususnya.
Mengupayakan
segala sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang sangat menentukan pada
saat menyambut kelahiran insan generasi secara selamat, aman dan nyaman
merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menelusuri
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkat sesuai
dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat, sudah sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 sebagai landasan ideal dan GBHN sebagai landasan operasional.
Sesuai
dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik
ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan
pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan
kesehatan yang komprehensif terhdapa remaja putri, wanita pranikah, wanita
prahamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi dan balita pada
khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan indonesia yang sehat
jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan
bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Beberapa
kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah:
1) Kewajiban
bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
i)
Setiap bidan senantiasa
menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam
melaksanakan tugas pengabdiannya.
ii)
Setiap bidan dalam
menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
yang utuh dan memelihara citra bidan.
iii)
Setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
iv)
Setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan
menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
v)
Setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan
masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
vi)
Setiap bidan senantiasa
menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan
mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
optimal.
2) Kewajiban
bidan terhadap tugasnya (3 butir)
i)
Setiap bidan senantiasa
memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai
dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga
dan masyarakat.
ii)
Setiap bidan berhak
memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam
tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
iii)
Setiap bidan harus
menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya,
kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan
klien.
3) Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
i)
Setiap bidan harus
menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang
serasi
ii)
Setiap bidan dalam
melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap teman sejawatnya
maupun tenaga kesehatan lainnya.
4) Kewajiban
bidan terhadap profesinya (3 butir)
i)
Setiap bidan harus
menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan
kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
ii)
Setiap bidan harus
senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
iii)
Setiap bidan senantiasa
berperan serta dalam kegiatan
5) Kewajiban
bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
i)
Setiap bidan harus
memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
ii)
Setiap bidan harus
berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6) Kewajiban
bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
i)
Setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah
dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan
KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
ii)
Setiap bidan melalui
profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah
untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB
dan kesehatan keluarga
7) Penutup
(1 butir)
Setiap bidan dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Bidan Indonesia.
Disempurnakan dan
disahkan dalam Konas IBI ke XII tahun 1998 di Denpasar Bali.
Referensi:
1)
PP IBI. 2006. 50
tahun Ikatan Bidan Indonesia: Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta.
2) Bertens,
K. 2007. Etika
(cetakan kesepuluh). Jakarta: Gramedia Pustaka
3)
Indar. 2010. Etika Hukum Kesehatan. Makassar: Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin