Minggu, 08 Maret 2015

ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

ETIKA MORAL

1.      Pengertian
a.       Etika
Etika yang dalam bahasa ethics adalah istilah yang muncul dari aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adat, budi pekerti. Dalam filsafat, pengertian etika adalah telaah dan penilaian kelakukan manusia ditinjau dari kesusilaannya. Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu dari anggota-anggotanya. Kesusilaan biasanya didasarkan pada hal tertentu, misalnya pada agama atau kesejahteraan atau kemakmuran  negara (Gunawan, 1992).
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah hidup atau untuk suatu upaya agar menjadi baik. Terdapat 4 alasan pada saat sekarang ini etika diperlukan yaitu (Soejitno, 2000):
a)      Masyarakat semakin pluralistik termasuk dalam hal moralitas. Norma moral sendiri sering diperdebatkan, misalnya dalam bidang etika seksual, hubungan anak dan orang tua, kewajiban terhadap negara, etika santun dalam pergaulan dan penilaian terhadap harga nyawa manusia.
b)      Dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding di bawah gelombang modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika dapat membantu agar kita tidak kehilangan orientasi, serta dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa saja yang berubah. Dengan demikian diharapkan kita tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
c)      Proses perubahan sosial budaya dan moral yang tengah dialami ini, dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan berbagai ideologinya sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-ideologi tersebut dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian sendiri, agar, kita tidak mudah terpancing. Etika juga memantau agar kita tidak naif dan ekstrim: agar kita tidak terlalu cepat memeluk segala pandangan  yang baru, tetapi juga tidak menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum terbiasa.
d)     Etika juga diperlukan oleh kaum agama, yang satu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, serta ingin sekaligus berpartisipasi tanpa rasa takut, dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Etika pada umumnya mengajarkan bahwa setiap pribadi mempunyai “otonomi moral”. Artinya ia mempunyai hak kewajiban untuk menentukan sendiri tindakan-tindakan dan mempertanggungjawabkannya dihadapan Tuhan. Tenaga kesehatan memiliki “otonomi klinis”. Artinya tenaga kesehatan mempunyai hak kewajiban untuk bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan klinis yang mempengaruhi kesehatan pasiennya. Karena itu pihak lain tidak boleh memaksakan kehendaknya atas diri tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan bahkan dalam banyak hal wajib mendengarkan pendapat pihak lain, tetapi tidak boleh bertindak semata-mata karena tepaksa mengikuti pendapat itu.
Dalam kamus besar bahasa indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998) disebutkan etika mengandung tiga pengertian yaitu : 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat. Berkaitan dengan istilah etika ini dalam kamus besar tersebut juga kita lihat istilah etiket, etis dan moral. Etiket adalah tata cara dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan antara sesama manusia. Etis mengandung arti 1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila. 2) Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan. 3) Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
b.      Etiket
Dua istilah, yaitu etika dan etiket dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih berganti. Kedua istilah tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu lebih luas dari pada yang alin.
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengdakan  pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing individu. Etiket didukung oleh berbagai macam nilai, antara lain;
1)      Nilai-nilai kepentingan  umum
2)      Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan kebaikan
3)      Nilai-nilai kesejahteraan
4)      Nilai-nilai kesopanan, harga-menghargai
5)      Nilai diskresi (discretion: pertimbangan) . Mampu  membedakan sesuatu yang patut dirahasiakan dan boleh dikatakan atau tidak dirahasiakan.
Diatas dikatakan bahwa etiket merupakan kumpulan cara dan sifat perbuatan yang lebnih bersifat jasmaniah atau lahiriah saja. Etiket juga sering disebut tata krama, yakni kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat. Tata berarti adat, aturan, norma, peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun, kebiasaan sopan santun atau tata sopan santun. Sedangkan etika menunjukkan seluruh sikap manusia yang bersikap jasmaniah maupun yang bersikap rohaniah. Kesadaran manusia terhadap kesadaran baik buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran moral.
Beberapa definisi Etiket adalah sebagai berikut:
1)      Etiket adalah kumpulan tata cara dan sikap yang baik dalam pergaulan antarmanusia yang beradab.
2)      Etiket adalah tata krama, sopan santun atau aturan-aturan yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan dalam bertingkah laku.
3)      Etiket adalah tata peraturan pergaulan yang disetujui oleh masyarakat terten tu dan menjadi norma dan anutan dalam bertingkah laku anggota masyarakat.
Dari ketiga definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari etiket adalah tata aturan pergaulan yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan dalam bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.
Manfaat Etiket
Manfaat beretiket yakni menjalin hubungan yang baik dengan tamu. Bila kita telah menerapkan etiket dalam melayani tamu, maka tamu akan merasa dirinya diperhatikan dan dihargai. Dengan demikian akan terjalin rasa saling menghargai dan hubungan baik pun akan terbina, antara lain:
1)      Memupuk persahabatan, agar kita diterima dalam pergaulan.
2)      Untuk menyenangkan serta memuaskan orang lain.
3)      Untuk tidak menyinggung dan menyakiti hati orang lain.
4)      Untuk membina dan menjaga hubungan baik.
5)      Membujuk serta mempertahankan klien lama.

Persamaan etika dengan etiket adalah:
1)      Sama-sama menyangkut perilaku manusia
2)      Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Adapun perbedaan antara etiket dengan etika yaitu:
1)      Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan sedangkan etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2)      Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain etiket tidak berlaku sedangkan etika selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3)      Etiket bersifat relatif,tidak sopan dalam satu kebudayaan,sopan dalam kebudayaan lain sedangkan etika bersifat absolut, contohnya ‘’jangan mencuri, jangan berbohong“.
4)      Etiket memandang manusia dari segi lahiriah sedangkan etika memandang manusia dari segi bathiniah.
c.       Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud  dengan  kesusilaan  bukan  mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan  tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb. Jadi, kelaziman itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.            Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2.            Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
d.      Hukum
Menurut J.C.T Simorangkir (1998) dalam Indar (2010) memandang hukum sebagai “peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan yaitu hukum tertentu”.
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum  membutuhkan moral. Hukum  tidak mempunyai arti,kalau  tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan  erat  dengan  hukum. Moral  hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa daya hukum. Contoh : bahwa mencuri adalah moral yang tidak baik,supaya prinsip etis ini berakar dimasyarakat maka harus di atur dengan hukum.
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu :
1)      Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat objektif, sedangkan moral tidak tertulis, mempunyai ketidakpastian lebih besar dan bersifat subjektif.
2)      Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan meminta legalitas, sedangkan moral menyangkut sikap bathin seseorang.
3)      Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi sedangkan moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari tuhan.
4)      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum, hukum tidak menilai moral sedangkan moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral. Moral menilai hukum.

2.      Sistematika dan Jenis Etika
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik dan buruknya suatu tindakan tercermin kebebasan dan tanggungjawab, hati nurani, hak kewajiban, beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik, keadilan, dan hormat terhadap diri sendiri. Etika umum dapat dianalogikan dengan  ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa terwujud bagaimana seseorang mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukannya, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud seseorang menilai pribadinya sendiri dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis. Apabila etika umum disebut sebagai etika teoritis maka etika khusus disebut juga etika terapan.
Etika khusus dapat dibagi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara perorangan dan langsung maupun secara bersama-sama dan dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan negara), sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideologi, sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing maupun tanggungjawab manusia terhadap makhluk hidup lainnya. Sistimatika etika dapat dikemukakan sebagai berikut.
Gb. 1 Sistematika Etika
Dari sistematika di atas Banning membagi etika atas etika individual dan etika sosial, sedang Langeveld membedakan etika atas etika deskriptif dan etika normatif.
Etika deskriptif membahas mengenai fakta apa adanya yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Jadi etika deskriptif berbicara tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan bertindak secara etis.
Etika normatif berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah yang menuntun tingkah manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Pandangan De Graaf (1972) tentang etika sebagai kesadaran yang sistematis terhadap perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara Spoken (1977) memberikan rumusan etika sebagai kesadaran yang sistematis terhadap masalah dan norma yang sudah ada atau yang dirasakan baru. Yang menarik rumusan yang dikemukakan ileh Helen Dupuis (1988) bahwa etika itu ilmu tentang moral.

3.      Fungsi Etika dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
Etika dalam  pelayanan  kebidanan  merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhdap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling prakonsepsi, screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensif pada neonatal, dan pengakhiran kehamilan.
Mempersiapkan ibu dan pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC dan sebagainya. Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based. Sehingga disini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami. Moralitas merupakan suatu gambaran manusia yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia.
Moralitas berasal dari bahasa latin moralis, artinya pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas.
Moral adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Etika adalah penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika berpusat pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berpikir dan tindakannya didasari nilai-nilai. Etika dibagi menjadi tiga bagian, meliputi:
1)      Metaetika (nilai)
2)      Etika atau teori moral;
3)      Etika praktik
Mataetika berasal dari bahasa Yunani meta, artinya melebihi, yang dipelajari disini adalah ucapan-ucapan kita di bidang moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam batasan pengertian baik, buruk atau bahagia. Etika dan teori moral untuk memformulasikan prosedur atau mekanisme untuk memecahkan masalah etika.
Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik sehari-hari. Dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus segera dibuat. Bagaimana menjaga prinsip moral, teori nilai dan penentuan suatu tindakan. Etika pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral, yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, karena etika bisa berubah dengan lewatnya waktu. Etika khusus adalah etika yang dikhususkan sebagai profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika rumah sakit, etika kebidanan, etika keperawatan, dll.
Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang: apa yang baik dan buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

4.      Sumber etika
Pancasila adalah sumber-sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral(etik). Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistemetika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila kedua“ kemanusian yang adil dan beradab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.

5.      Hak, kewajiban dan tanggung jawab
a.       Hak dan kewajiban bidan
1)      Hak bidan
i)                    Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
ii)                  Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan
iii)                Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang betentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi
iv)                Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lainnya
v)                  Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan
vi)                Berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai
vii)              Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai
2)      Kewajiban bidan
i)                    Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
ii)                  Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien
iii)                Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien
iv)                Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga
v)                  Bidan wajib untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya
vi)                Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
vii)              Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukannya serta risiko yang mungkin dapat timbul
viii)            Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
ix)                Bidan wajib medokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
x)                  Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal
xi)                Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan
b.      Hak dan kewajiban pasien
1)      Hak pasien
i)                    Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan perturan yang berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan
ii)                  Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
iii)                Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi
iv)                Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya
v)                  Pasien berhak mendapatnkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan
vi)                Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung
vii)              Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan perutan yang berlaku di rumah sakit
viii)            Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menetukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
ix)                Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya.
x)                  Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
xi)                Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi: penyakit yang diderita, tindakan kebidanan yang akan dilakukan, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
xii)              Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
xiii)            Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah  memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
xiv)            Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
xv)              Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
xvi)            Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
xvii)          Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
xviii)        Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktek
2)      Kewajiban pasien
i)                    Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan
ii)                  Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya
iii)                Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan dokter, bidan dan perawat.
iv)                Pasien dan atau penanggungnnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

6.      Kode etik profesi bidan
a.       Definisi kode etik
Kode etik atau codex (Latin) adalah”himpunan” berarti usaha menghimpun apa yang tersebar. Kode etik adalah himpunan norma yang disepakati dan ditetapkan oleh dan untuk pengemban profesi.
Kode etik harus memiliki sifat-sifat antara lain: 1) kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi; 2) kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku; 3) kode etik harus bersifat universal. (Indar, 2010)
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
b.      Kode etik bidan
Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada kongres Nasional IBI ke XII Tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, Kode Etik Bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan bab.
Secara umum Kode Etik tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu:
1)      Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
2)      Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
3)      Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
4)      Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
5)      Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
6)      Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
7)      Penutup (1 butir)
c.       Kode etik bidan Indonesia
Mukadimah
Dengan rahmt Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang luhur demi tercapainya:
1)      Masyarakat indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
2)      Pembangunan manusia indonesia seluruhnya
3)      Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap warga negara indonesia
Maka Ikatan Bidan Indonesia  sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi wadah persatuan dan kesatuan para bidan di indonesia menciptakan Kode Etik Bidan Indonesia yang disusun atas dasar penekanan keselamatan di atas kepentingan lainnya.
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim  kesehatan demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional di bidang kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga pada khususnya.
Mengupayakan segala sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang sangat menentukan pada saat menyambut kelahiran insan generasi secara selamat, aman dan nyaman merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menelusuri tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat, sudah sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideal dan GBHN sebagai landasan operasional.
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhdapa remaja putri, wanita pranikah, wanita prahamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah:
1)      Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
i)                    Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
ii)                  Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
iii)                Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
iv)                Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
v)                  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
vi)                Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2)      Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
i)                    Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
ii)                  Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
iii)                Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
3)      Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
i)                    Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
ii)                  Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap teman sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4)      Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
i)                    Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
ii)                  Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
iii)                Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan 
5)      Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
i)                    Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
ii)                  Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6)      Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
i)                    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
ii)                  Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
7)      Penutup (1 butir)
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

Disempurnakan dan disahkan dalam Konas IBI ke XII tahun 1998 di Denpasar Bali.


Referensi:
1)      PP IBI.  2006. 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia: Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta.
2)      Bertens, K. 2007. Etika (cetakan kesepuluh). Jakarta: Gramedia Pustaka

3)      Indar. 2010. Etika Hukum Kesehatan. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin